Wael Ghonim
Eksekutif Google di Mesir, Wael Ghonim (32), bak pahlawan nasional di mata para pemuda. Ia dibebaskan pemerintah, Senin (7/2/2011). Ia ditahan dengan tuduhan menggerakkan massa pada 25 Januari lalu untuk menjungkalkan Presiden Hosni Mubarak melalui Facebook.Ketika tiba di Alun-alun Tahrir, Selasa, para pengunjuk rasa berebut menemui dan menyalaminya. "Bukan saya, tetapi Andalah yang pahlawan," kata Ghonim kepada pengunjuk rasa. Ia menyeru agar massa terus berjuang demi para "pahlawan" yang sudah gugur dalam perjuangan sejak 25 Januari lalu.
"Bukan Ikhwanul Muslimin, tetapi adalah para 'pemuda Facebook' yang menggerakkan aksi protes. Saya menyebutnya revolusi Facebook, tetapi sekarang mengubahnya menjadi revolusi rakyat Mesir," kata Ghonim.
Ia membantah ada sponsor dari kekuatan politik tertentu di balik gerakan itu dan menegaskan, rakyat Mesir berhak mendapatkan kehidupan yang lebih baik. "Kejadian di Mesir saat ini bukan karena kesalahan kita, tetapi kesalahan mereka yang mabuk kekuasaan dan tak mau turun dari kursi kekuasaan," katanya.
Ghonim telah bertemu dengan menteri dalam negeri baru, Mahmud Wajdi, sebelum dibebaskan. ”Saya menyampaikan bahwa ada problem terkait dengan hubungan pemuda dan pemerintah selama ini, yakni tidak ada komunikasi dan rasa saling percaya,” ujarnya.
Ia juga telah bertemu dengan Hossam Badrawi, sekretaris jenderal baru Partai Nasional Demokrasi (NDP) yang berkuasa. Badrawi membawa Ghonim ke rumahnya setelah menjemputnya langsung dari tahanan. ”Kepada Badrawi saya menegaskan bahwa revolusi tidak digerakkan oleh Ikhwanul Muslimin yang juga tidak ikut serta pada awal meletusnya revolusi,” ujarnya.
Kini, para aktivis menegaskan, Ghonim lebih berhak mewakili dan sekaligus menjadi juru bicara para pengunjuk rasa ketimbang partai-partai politik, komite kebajikan, atau tokoh-tokoh independen yang ingin mengambil manfaat dari revolusi. Seorang pengunjuk rasa, Muhammad al-Jarhi, di Facebook menuliskan, ”Saya memberikan mandat kepada Ghonim sebagai jubir revolusi Mesir”.
Aktivis lain, Khaled Abdel Hamid, mengatakan, Ghonim adalah satu dari 10 pemuda yang dinobatkan sebagai wakil dari para pemuda pengunjuk rasa.
Momentum menguat
Situasi terakhir di Mesir menunjukkan, kubu pemerintah terdesak. Kubu oposisi mencoba memperluas gerakan yang sudah memasuki hari ke-15. Aksi mereka kini tidak lagi terbatas di alun-alun, tetapi meluas ke wilayah sekitarnya. Para pengunjuk rasa mengepung gedung parlemen dan memajang pamflet bertuliskan ”Kantor ditutup sampai rezim tumbang” di depan Kantor Perdana Menteri Ahmed Shafiq.
Para pengunjuk rasa juga mencoba bergerak ke gedung radio dan televisi, tetapi dihadang militer. Para pegawai pemerintah ikut dalam unjuk rasa seusai jam kerja. Para dosen dan hakim juga tidak mau ketinggalan.
Aksi unjuk rasa merambah pula ke kota-kota lain, seperti Alexandria, Dimyat, Mahallah, dan Mansurah. Elemen masyarakat yang terlibat semakin luas.
Ilmuwan internasional Mesir, Ahmed Zuweil, yang meraih Nobel Kimia pada 1999, secara mengejutkan juga tampil di Alun- alun Tahrir. Zuweil menyebut pemuda sebagai pahlawan yang mampu bertahan hingga tercapai semua tuntutannya.
Pemerintah coba menormalkan kembali kehidupan di Kairo guna memberi kesan pemerintah masih berfungsi dan mampu mengendalikan negara. Pemerintah menginstruksikan kepada pegawai negeri untuk kembali ke tempat kerja masing-masing terhitung hari Minggu lalu.
Kehidupan wilayah pinggiran kota Kairo, seperti Nasr City, Heliopolis, Mohandesen, dan Maadi, mulai tampak normal. Hanya di Alun-alun Tahrir dan sekitarnya yang masih lumpuh.
Namun, momentum sudah tak terhentikan. ”Para pemuda selama ini menderita akibat kemiskinan dan pengangguran. Sudah banyak pemuda yang tewas di Mesir. Kami tidak takut lagi dan siap mati untuk menyusul para pemuda pahlawan yang gugur akibat kekejaman rezim Mubarak,” kata Muhammad Said (33), yang berasal dari Helwan.sumber