Pria yang tinggal di mobil van ini tampak seperti manusia biasa. Yang berbeda, Ric Richardson berhasil berjuang melawan Microsoft demi hak paten senilai ratusan juta dolar.
Ric Richardson merasa bahagia setelah pengadilan memberikan keputusan banding yang menguntungkannya. Penemu asal Australia itu merupakan pemilik perusahaan Uniloc yang awalnya menerima US$388 juta (Rp3,4 triliun) di April 2009 atas kasus pelanggaran paten oleh Microsoft.
Ia berhasil menekan perusahaan raksasa itu setelah pengadilan menyetujui banding. Richardson, 48 tahun, mematenkan teknologi yang didesain untuk mencegah pembajakan perangkat lunak di awal 90-an. Dia juga penemu 40 paten yang sebagian besar diperoleh di mobil van kesayangannya, DickMobile. Mobil tersebut berlokasi di Byron Bay, Australia.
"Banyak orang yang meremehkan saya setelah mereka mendengar saya ingin menuntut Microsoft," kata Richardson. Namun, pada akhirnya saya memperoleh banyak dukungan meskipun itu sulit dibayangkan. Apalagi, ini tantangan yang menyenangkan, kata Richardson lagi.
Situs Richardson memiliki daftar 140 penemuan dan proyek, mulai dari kaca mata pencegah cahaya matahari hingga alat kontrol mobil. Richarson mengaku senang dengan kehidupannya meskipun Microsoft menjadi musih paling sulit.
Sayangnya, Richardson tercengang pada September 2009 setelah Hakim AS William Smith membatalkan keputusan juri dalam kasusnya. Padahal, juri telah setuju memberikan Richardson salah satu ganti rugi paten terbesar dalam sejarah AS. Smith mengatakan bahwa juri tidak memiliki pemahaman mendalam tentang kasus tersebut.
Kasus ini bermula saat Microsoft dituduh menghasilkan miliaran dolar karena menggunakan teknologi antipembajakan milik Richardson di program Windows XP dan Office. Kasus itu sudah dimulai sejak 2003 dan Uniloc yang memenangkan kasus berdasarkan keputusan juri dinyatakan bias.
Court of Appeals for the Federal Circuit, Amerika Serikat, memutuskan bahwa Microsoft memang bersalah karena melanggar hak paten Uniloc yang mencegah pembajakan perangkat lunak. Namun, Microsoft dianggap menciptakan metode populer untuk menghitung kerusakan akibat pelanggaran tersebut.
Ini berarti Microsoft memiliki andil atas keberadaan paten tersebut. Dalam keputusan itu, pengadilan mengaku tidak akan lagi menerima "aturan 25%". Ini merupakan asumsi bahwa lisensi perusahaan atas paten merupakan bagian 25% dari produk.
Bagaimanapun, Richardson tetap menerima keputusan itu. Komponen kerusakan yang diciptakan Microsoft merupakan berita baik. "Yang menarik dari peristiwa ini adalah pertama kali kami melihat keseluruhan propaganda Microsoft. Penghitungan kerusakan yang mereka buat sendiri menjadi tamparan telak saat disadari bahwa kami juga memanfaatkannya," kata Richardson lagi.
Richardson percaya bahwa kegagalan pengamanan Microsoft memberi keuntungan bagi Uniloc untuk diberi kesempatan memperbaiki sistem yang janggal. "Ini memberikan kami kesempatan untuk melakukan kalkulasi ulang atas apa yang dilakukan Microsoft," kata Richardson.
Meskipun ganti rugi dari paten itu dibagi ke pemegang saham lain di Uniloc, Richardson memegang bagian sangat besar hingga jutaan dolar. Sebelumnya, Richardson dan istrinya berjanji akan memberikan sebagian uang itu untuk lembaga amal.
Ia mengaku tidak membutuhkan banyak harta untuk mendukung gaya hidup keluarganya. Bahkan, saat mendapatkan kabar bahwa ia menang melawan Microsoft, Richardson hanya membeli seekor ayam untuk makan malam.
"Anda tidak dapat benar-benar hidup jika memiliki aset senilai US$10 juta (Rp 90 miliar). Anda harus mengatur gaya hidup di tempat yang benar-benar masuk akal," imbuh Richardson.