Pearl Harbor, Sebuah Serangan yang Bodoh
Serbuan Jepang ke Pearl Harbor, peristiwa yang mengawali Perang Pasifik Raya, mencoreng wajah Amerika di Asia. Amerika pun takkan pernah melupakan tragedi 7 Desember 1941 itu. Siapa sangka, negara sekecil Jepang berani menantang hegemoni Amerika dengan serangan dahsyat. Saking kesalnya, Amerika menjatuhkan bom atom untuk menutupi rasa malu. Tetapi di balik peristiwa itu tersimpan sebuah misteri. Benarkah serangan itu sebagian justru karena peranan Franklin D. Roosevelt yang secara sengaja memprovokasi Jepang agar melakukannya? Kalau betul, apa tujuannya dan bagaimana langkah yang dianggap ide gila itu dilakukan? Lewat bukunya Day of Deceit Robert B. Stinnet mencoba menguaknya seperti bisa Anda ikuti pada judul â€Roosevelt Memancing, Jepang Menyerangâ€
Pangkalan kapal-kapal di Pearl Harbor, Hawaii, adalah inti kekuatan angkatan laut (AL) Amerika Serikat (AS) di Pasifik, yang telah berjalan kurang dari tiga tahun. Kekuatan kapal-kapal di bawah komando Laksamana Husband E. Kimmel memiliki tugas pokok sebagai kekuatan penyangga dalam menghadapi agresivitas militer Jepang di Timur Jauh. Presiden F. D. Roosevelt memang begitu khawatir dengan agresivitas negeri Matahari Terbit terhadap Cina, sehingga ia memutuskan menempatkan kapal-kapal perangnya di perairan Hawaii.
Letak geografis Jepang yang sangat jauh dari Hawaii, menjadi satu asumsi para petinggi militer AS bahwa Jepang tak mungkin berani menyeberang Lautan Pasifik yang luas, menyerang Pearl Harbor, dan bertempur jauh di luar pusat pertahanan. Amerika masih meremehkan kekuatan Jepang.
Namun, menjelang akhir November 1941, sesuatu yang tak lazim telah berkembang di kawasan Pasifik. Para laksamana Jepang tak bisa menduga alasan lain keberadaan pangkalan Pearl Harbor yang dibangun sejak musim panas 1940, selain untuk menghadang laju armada Jepang.
Ide Yamamoto
Pada 21 November 1941, Laksamana Isoroku Yamamoto menerima persetujuan akhir tentang rencana serangan. Walaupun tak setuju dengan kebijakan Kaisar yang menabuh genderang perang melawan Amerika dan Inggris, Panglima Gabungan Kapal AL Kekaisaran Jepang itu tetap hormat dan setia pada Kaisar. Dengan tepat ia menggariskan bahwa kemungkinan menang melawan Amerika sangatlah kecil, kecuali Jepang melancarkan serangan pertama yang mematikan.