Pseudohermaphrodism adalah kelainan yang banyak dialami para remaja yang ingin mengubah jenis kelaminnya. Mereka terlahir dan berpenampilan sebagai perempuan hingga masa puber, tapi berubah seperti pria setelahnya dan memicu keinginan berganti kelamin. Kini peneliti menemukan cara baru untuk mengganti kelamin tanpa harus melakukan operasi.
Beberapa remaja di Jalur Gaza menderita kondisi aneh ini. Pseudohermaphrodism sudah sangat umum terjadi di sana. Mungkin karena banyaknya perkawinan antar sepupu yang dikenal dengan proses 'the transfer' sehingga membuat ada kelainan pada alat kelamin. Akibatnya banyak remaja yang ingin melakukan operasi kelamin untuk mengubah dirinya menjadi pria sebenalnya dan juga agar bisa meraih kesempatan pendidikan yang lebih tinggi.
Hal itulah yang dialami oleh dua remaja asal Palestina, Nadir Mohammed Saleh dan Ahmed Fayiz Abed Rabo yang merupakan sepupu. Kedua remaja itu melakukan operasi kelamin demi mengubah dirinya menjadi seorang pria sejati karena ingin mengatasi kesulitan hidup di Palestina.
Secara lahiriah keduanya sejak dilahirkan hingga masa puber adalah perempuan tapi mengalami kelainana bentuk alat kelamin yang menyerupai laki-laki setelah masuk masa puber. Pada saat pubertas mereka mulai tampak seperti laki-laki yang membuat sulit kehidupan sosialnya.
"Psikologis mereka tertekan jadi keduanya memutuskan mulai hidup sebagai laki-laki," kata orangtua Nadir seperti dikutip dari CNN.
Kini peneliti telah menemukan teknik baru selain operasi, yaitu cukup dengan mematikan salah satu gen pada tubuh maka sel-sel ovarium akan berubah menjadi sel testosteron. Namun meski sel-selnya sudah berubah menjadi sel pria, sel-sel itu tidak akan bisa memproduksi sperma.
Peneliti melakukan studi tersebut pada tikus percobaan. Dengan mematikan gen FoxL2, sel-sel ovarium pada tikus betina secara spontan akan berubah dan berkembang penuh menjadi sel-sel testosteron. Hal itu disebabkan gen Sox9 yang bertindak pengganti gen FoxL2, dan akan mengirim sinyal kimia untuk mengubah sel ovarium menjadi sel testosteron yang terdapat pada testis .
"Jika hal ini memungkinkan dilakukan pada manusia, maka tidak perlu lagi melakukan operasi kelamin. Tapi walaupun hormonnya sudah berubah, kesuburan dan kemampuan fertilitasnya akan hilang," ujar Robin Lovell-Badge dari Medical Research Council's National Institute of Medical Research, London seperti dikutip dari Jezebel.
Studi yang dimuat dalam Journal Cell ini menunjukkan bahwa menjadi seorang laki-laki atau perempuan bukanlah sesuatu yang permanen, tapi sesuatu yang harus dipertahankan dalam tubuh orang dewasa melalui gen yang konstan. Studi ini juga menjelaskan beberapa misteri seperti mengapa beberapa wanita memiliki karakteristik mirip pria setelah menopause, seperti suara berat dan dalam.
Meski masih berspekulasi, namun peneliti yakin jika pendekatan ini benar maka operasi dan pemindahan organ rahim atau testis tidak diperlukan lagi. "Teknik ini lebih alamiah daripada operasi, tapi tentunya siapapun yang melakukan perubahan kelamin akan menjadi mandul," kata Robin yang juga ketua European Molecular Biology Laboratory, Heidelberg.