Ilmuwan David Nichols meneliti bagaimana obat psychedelic beraksi di otak tikus. Ia membuat racikan kimia yang mirip ekstasi dan Asam lisergat dietilamida (LSD) yang dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana bagian-bagian otak bekerja.
Nichols lalu menerbitkan hasil temuannya, berharap suatu hari hasil karyanya akan dipakai ilmuwan lain untuk mengobati depresi dan penyakit parkinson.
Namun, harapannya pupus. Hasil kerja Nichols ke luar dari lingkaran ilmiah dan justru dibajak dan digunakan untuk membuat obat-obatan ilegal murah yang dijual di jalanan. Yang menghantuinya, obat itu kerap mengambil nyawa akibat overdosis. "Bayangkan, Anda bekerja demi tujuan mulia namun disalahgunakan seperti ini," kata Nichols seperti dimuat AP, Kamis 6 Januari 2011.
Pria 66 tahun yang kini duduk sebagai kepala departemen farmasi Purdue University ini curhat di salah satu jurnal ilmiah terkemuka, Nature, untuk mendeskripsikan perjuangan etis yang jarang dibahas oleh ilmuwan kimia. "Anda tak bisa mengontrol apa yang orang-orang lakukan terhadap temuan Anda. Yah, saya sendiri mengalaminya," kata Nichols.
Ia membandingkan perasaannya saat ini dengan penemu senapan mesin -- alat yang telah menewaskan ribuan orang. "Bagaimana zat yang tak berbahaya, dijual bebas, dan jadi populer. Jutaan orang terancam gangguan ginjal akut yang susah diobati bahkan mengancam jiwa," demikian tulis Nichols. "Ini akan menjadi bencana besar, yang tak kubayangkan ketika melakukan penelitian. Ini benar-benar menghantuiku."
Nichols sudah mempelajari obat psychedelic selama 40 tahun, khususnya serotonin. Ini, kata dia adalah zat kimia dasar, "yang masuk ke setiap bagian otak dan berkaitan dengan nafsu makan, tidur, seks, agresi, apapun." Ia mengestimasi setidaknya lima dari ratusan racikan kimia buatannya telah diubah secara ngawur jadi narkoba. Sebelumnya, Nichols tak pernah membayangkan hasil temuannya ke luar dari laboratorium.
Ini sangat mempengaruhinya. Kini, saat bekerja membuat molekul, pernyataan pertama yang terlintas di pikirannya adalah: "Apakah ini akan membuat masalah". Jika berpotensi, Nichols mengaku akan serta-merta menghentikan penelitiannya. Setidaknya delapan orang tewas akibat penelitiannya yang disalahgunakan. Bahkan Wall Street Journal tahun lalu, mengabarkan, hasil penelitian Nichols jadi favorit para peracik obat ilegal di Eropa.
Saat mendengar ada yang tewas karena temuannta, Nichols mengaku langsung terduduk di kursinya. "Wow! Jika Anda menembak seseorang dengan pistol, Anda tahu, Anda akan membunuhnya. Tapi jika sebuah teknologi menyebabkan orang meninggal, ini benar-benar di luar dugaan."
Nichols lalu menerbitkan hasil temuannya, berharap suatu hari hasil karyanya akan dipakai ilmuwan lain untuk mengobati depresi dan penyakit parkinson.
Namun, harapannya pupus. Hasil kerja Nichols ke luar dari lingkaran ilmiah dan justru dibajak dan digunakan untuk membuat obat-obatan ilegal murah yang dijual di jalanan. Yang menghantuinya, obat itu kerap mengambil nyawa akibat overdosis. "Bayangkan, Anda bekerja demi tujuan mulia namun disalahgunakan seperti ini," kata Nichols seperti dimuat AP, Kamis 6 Januari 2011.
Pria 66 tahun yang kini duduk sebagai kepala departemen farmasi Purdue University ini curhat di salah satu jurnal ilmiah terkemuka, Nature, untuk mendeskripsikan perjuangan etis yang jarang dibahas oleh ilmuwan kimia. "Anda tak bisa mengontrol apa yang orang-orang lakukan terhadap temuan Anda. Yah, saya sendiri mengalaminya," kata Nichols.
Ia membandingkan perasaannya saat ini dengan penemu senapan mesin -- alat yang telah menewaskan ribuan orang. "Bagaimana zat yang tak berbahaya, dijual bebas, dan jadi populer. Jutaan orang terancam gangguan ginjal akut yang susah diobati bahkan mengancam jiwa," demikian tulis Nichols. "Ini akan menjadi bencana besar, yang tak kubayangkan ketika melakukan penelitian. Ini benar-benar menghantuiku."
Nichols sudah mempelajari obat psychedelic selama 40 tahun, khususnya serotonin. Ini, kata dia adalah zat kimia dasar, "yang masuk ke setiap bagian otak dan berkaitan dengan nafsu makan, tidur, seks, agresi, apapun." Ia mengestimasi setidaknya lima dari ratusan racikan kimia buatannya telah diubah secara ngawur jadi narkoba. Sebelumnya, Nichols tak pernah membayangkan hasil temuannya ke luar dari laboratorium.
Ini sangat mempengaruhinya. Kini, saat bekerja membuat molekul, pernyataan pertama yang terlintas di pikirannya adalah: "Apakah ini akan membuat masalah". Jika berpotensi, Nichols mengaku akan serta-merta menghentikan penelitiannya. Setidaknya delapan orang tewas akibat penelitiannya yang disalahgunakan. Bahkan Wall Street Journal tahun lalu, mengabarkan, hasil penelitian Nichols jadi favorit para peracik obat ilegal di Eropa.
Saat mendengar ada yang tewas karena temuannta, Nichols mengaku langsung terduduk di kursinya. "Wow! Jika Anda menembak seseorang dengan pistol, Anda tahu, Anda akan membunuhnya. Tapi jika sebuah teknologi menyebabkan orang meninggal, ini benar-benar di luar dugaan."